Untuk Seorang Yang Menganggap Air Mata
Hanyalah Emosi Biasa
Taukah air mata ini kutuangkan dengan penuh arti?
Taukah setiap kata yang terpancar dari lipatan bibir kering ini begitu berarti?
Taukah dimana kau tertawa, dan kutertawa? Aku menangis di dalam?
Bisakah kau luangkan sedikit waktumu melihatku secara keseluruhan?
Bisakah kau menerima keluhanku dan mendengarkannya tanpa mengutarakan amarahmu yang berbalut sunyinya suara hatimu ketika bosan?
Taukah setiap kata yang terpancar dari lipatan bibir kering ini begitu berarti?
Taukah dimana kau tertawa, dan kutertawa? Aku menangis di dalam?
Bisakah kau luangkan sedikit waktumu melihatku secara keseluruhan?
Bisakah kau menerima keluhanku dan mendengarkannya tanpa mengutarakan amarahmu yang berbalut sunyinya suara hatimu ketika bosan?
Aku tau aku
banyak salah. Aku tau aku tak pantas. Aku tau semua yang kau lakukan itu
berharga dan bernilai. Tapi bisakah kau jujur padaku ketika kau sedang
mengalami kesulitan? Bisakah aku mendengarkannya tanpa harus memancingmu untuk
memarahiku?
Bisakah kau berhenti
merendahkan dirimu dihadapanku?
Kau mendapatkan
cukup perhatian dariku, jadi berhentilah melakukannya.
Apakah aku salah untuk berharap padamu? Jika ya, maka aku akan berhenti.
Aku tau aku memiliki banyak teman, ada sahabat-sahabat dan keluargaku. Tapi rasanya mereka kurang pantas mendengarkan keluhanku yang pada akhirnya akan kembali lagi padaku.
Apakah aku salah untuk berharap padamu? Jika ya, maka aku akan berhenti.
Aku tau aku memiliki banyak teman, ada sahabat-sahabat dan keluargaku. Tapi rasanya mereka kurang pantas mendengarkan keluhanku yang pada akhirnya akan kembali lagi padaku.
Bagaimana jika aku berhenti mencintaimu?
Bagaimana jika aku merasakan kau lebih suka bersama mereka kebabanding bersamaku?
Aku tau aku
berpikir berlebihan, tetapi kesan dan penilaian ini kukumpulkan beberapa waktu.
Ketika aku mulai kehabisan kesabaranku, aku mulai bersandar padamu. Tetapi tetap saja, kau mengabaikanku dengan hanya berusaha sedikit.
Ketika aku mulai kehabisan kesabaranku, aku mulai bersandar padamu. Tetapi tetap saja, kau mengabaikanku dengan hanya berusaha sedikit.
Apakah aku salah jika memaksamu untuk mengutarakan isi hatimu? Apakah aku tak pantas mendengarkannya?
Ketika masa
lalu kembali berkelut, kau melarangku.
Ketika ku tak pernah membahasnya lagi, kau mendadak memunculkan hal itu lagi.
Ketika ku tak pernah membahasnya lagi, kau mendadak memunculkan hal itu lagi.
“apa perlu putus dulu buat berkesan? Gak kan?!”
Kau tau? Aku tak begitu menonjolkan dirimu, karena menurutku, perlahan denganmu itu yang terbaik.
Ketika aku tak begitu menunjukan kebaikanmu di hadapan orang lain dan orang banyak, itu berarti kau berharga untukku.
Ketika kau melakukan banyak kesalahan, kau akan kuumbar di manapun media sosial yang bisa kucurahkan.
Bisakah kau melihat lagi apa yang pernah kau lakukan padaku dulu?
Apakah setiap amarah
yang kau keluarkan padaku, mengubahku?
Ya, mereka mengubahku.
Sekarang aku mulai mengerti, dimana kau tidak ingin diperlakukan kasar. Maka aku berhenti menunjukan kemauanku yang sebenarnya padamu. Mungkin lebih baik aku mendengarkan cerita-ceritamu yang baik daripada kau mendengarkan amarahku dan terpaksa memberikan saran yang terus menerus kau utarakan itu.
Ya, mereka mengubahku.
Sekarang aku mulai mengerti, dimana kau tidak ingin diperlakukan kasar. Maka aku berhenti menunjukan kemauanku yang sebenarnya padamu. Mungkin lebih baik aku mendengarkan cerita-ceritamu yang baik daripada kau mendengarkan amarahku dan terpaksa memberikan saran yang terus menerus kau utarakan itu.
Sekarang aku
mengerti, mungkin inilah saatnya aku memendam diri lagi.
Mungkin di sinilah aku harus memahamimu lebih baik lagi, melebihi kau memahamiku.
Mungkin di sinilah aku harus memahamimu lebih baik lagi, melebihi kau memahamiku.
Aku berharap
kau membacanya dengan perlahan, tanpa memotong-motong tiap bagiannya.
Andai saja permintaanku berlebihan, hentikanlah membacamu dimana kau terakhir membacanya.
Aku mohon jangan diteruskan.
Karena ini
semua percuma jika kau hanya melihatnya dengan gesit dan terbata-bata.
Aku jujur padamu, aku
rajin berbohong padamu sekarang.
Dimana hati ini mulai
terbiasa bebrbuat demikian, dan membiarkan dirimu senang tanpa amarahku yang
kau nilai hanya pikiran orang gila dan tidak tenang.
Aku kecewa ketika kau
mengatkan aku berubah.
Sekalipun aku buta, aku tak akan mengatakan hal itu padamu.
Mengapa jika aku benar telah berubah? Dan kau terganggu akan hal itu?
Mengapa jika aku benar telah berubah? Dan kau terganggu akan hal itu?
Kenapa tidak mencoba
melihat dirimu sendiri, apakah kau berubah? Apakah apa ayng kau lakukan itu
benar?
Dimanakah
dirimu itu? Dimanakah seorang yang dulu melihatku dengan segenap ketulusannya?
Aku tau waktu telah berlalu, namun. Bisakah kau mengertiku lagi?
Aku tau waktu telah berlalu, namun. Bisakah kau mengertiku lagi?
Aku tak
memintamu untuk menjadi siapapun, hanya menjadi dirimu sendiri. Menjadi diri
yang orang suka, menjadi diri ayng orang rindukan, menjadi diri yang orang
cintai.
Sekarang kau tertutup
rapat.
Apakah aku... Tidak
sesuai keinginanmu?
Apakah aku
harus mengubah diriku seperti yang kau kehendaki, baru kau bisa menerimaku?
Jujur saja, aku tak kesal bila kau belum bisa memenuhi permintaanku yang berkait dengan kebutuhan fisik. Aku tak memintamu untuk terus memberiku kebahagian fisik dan materi.
Jujur saja, aku tak kesal bila kau belum bisa memenuhi permintaanku yang berkait dengan kebutuhan fisik. Aku tak memintamu untuk terus memberiku kebahagian fisik dan materi.
Bisakah batin ini kau
peluk erat, dan biarkan aku menangis dalamnya?
Saat keadan
hancur dan padam, aku berlari menghampiri bantal dan selimut empuk serta halus
sebagai peredam amarah dan air mata.
Saat kau sadar aku terlah bahagia dengan senyum dan tawa lebarku, ingatlah bahwa itu adalah keinginan manusia semata.
Mencintaimu adalah hal terbaik untukku, dan kau tau itu.
Ketika keadaan seperti ini kembali terulang, kau akan tau rasanya kehilangan aku yang dulu mencintaimu dengan emosi dan ekspresi.
Saat kau sadar aku terlah bahagia dengan senyum dan tawa lebarku, ingatlah bahwa itu adalah keinginan manusia semata.
Mencintaimu adalah hal terbaik untukku, dan kau tau itu.
Ketika keadaan seperti ini kembali terulang, kau akan tau rasanya kehilangan aku yang dulu mencintaimu dengan emosi dan ekspresi.
Apakah kau pernah
merasakan suara hati yang tak sanggup menahan air matanya?
Apakah kau pernah merasakan depresi yang hebat hingga jiwa ini tak sanggup untuk menanggungnya sendirian?
Apakah kau pernah merasakan depresi yang hebat hingga jiwa ini tak sanggup untuk menanggungnya sendirian?
Lagu-lagu kembali menyelimuti jiwa yang hampir terpisah.
Kerinduan akan merdunya suara kebahagian sederhana,
Membuat siapa saja meringis mendengarnya.
Ketika kesempatan tak lagi tersedia,
dan kabut akibat pilu yang tak hentinya meguap terus tertiup jauh.
Dingin, itulah satu-satunya kata yang pantas,
menjelaskan senyuman ini pada diri sendiri.
Kerinduan akan merdunya suara kebahagian sederhana,
Membuat siapa saja meringis mendengarnya.
Ketika kesempatan tak lagi tersedia,
dan kabut akibat pilu yang tak hentinya meguap terus tertiup jauh.
Dingin, itulah satu-satunya kata yang pantas,
menjelaskan senyuman ini pada diri sendiri.
“Pikirkanlah jika kau
menyakiti dirimu sendiri, dan ketika kau merasa disakiti olehku. Janganlah sekalipun
kau melupakan, jika rasa sakit yang kau rasakan hanya sedikit dari yang
kurasakan”
0 komentar:
Posting Komentar