Kemungkinan itu banyak peluangnya, hanya bagaimana kita
membuatnya terjadi dan ada. Tanpa kita sadari kita telah memanfaatkan dan
menggunakannya untuk kepentingan seorang, tanpa kita sadari kita mengorbankan
yang seharusnya tidak dipertaruhkan. Iri hati. Iya iri, itu sumber segalanya. Tapi
bukan berarti kebencian bukan suatu sebab, bukan berarti tekanan batin masa
lalu bukan suatu alasan. Kemungkinan itu kita buat sendiri dengan usaha dan
motivasi. Tanpa terkecuali suatu tujuan yang berakhir baik namun prosesnya
buruk.
Kumulai dengan kalimat panjang, pengertian suatu kesempatan
yang didapat dengan dua cara. Baik dan buruk.
Ini aku, ini sahabatku. Ini adalah kita. Kami bertiga selalu
bersama. Di awal dimana kita kenal semuanya begitu datar, tidak memiliki tujuan
apa – apa, dan tidak mengira akan berakhiran sebagai sahabat. Kekurangan sering
kita keluhkan namun tidak pernah membuat kita lelah untuk berusaha. Namun masalah
itu tidak luput dari antara kami, semakin lama semakin banyak dan rumit. Kadang
kita lelah dan diam. Menyelesaikannya dengan keputusan sepihak dan penilaian
sepihak pula.
Hal itu membuat kami semakin lama semakin sengit.
Di antara kami selalu ada masalah, kebetulan masalahnya
hanya itu – itu saja. Seperti tanpa akhir walaupun sebelumnya sudah ada
penyelesaian. Semakin lama semakin dalam, sebagian kita abaikan dan kita
seperti menjauh. Masalah antara salah seorang dari kami, menceritakan pada
seorang yang lain, tidak membuat kita beranggapan teradu domba.
Pihak lain, dan pembicaraan di belakang. Iya itu dia, main belakang. Tanpa sepengetahuan masalahnya semakin mengerikan dan berakhirnya salah seorang kami menceritakan pada pihak lain. Dan apesnya pihak lain itu ikut menyalahkan kami tanpa sekalipun pembuktian dari sahabat yang kami sayangi.
Pihak lain, dan pembicaraan di belakang. Iya itu dia, main belakang. Tanpa sepengetahuan masalahnya semakin mengerikan dan berakhirnya salah seorang kami menceritakan pada pihak lain. Dan apesnya pihak lain itu ikut menyalahkan kami tanpa sekalipun pembuktian dari sahabat yang kami sayangi.
Aku. Terutama aku, melihat pada akhirnya kita terpisah hanya
karena kekurangan kita akhirnya membuat suatu pro dan kontra antara masing –
masing teman di luar lingkaran pertemanan kita. Hanya berawal dari masalah terus
menerus, hingga akhirnya masalah itu bertambah. Dan akhirnya terpengaruh dan
mengikuti kesalahan yang sama. Kadang aku hanya ingin mengatakan bahwa aku
tidak ingin pertemanan di antara kita terasa canggung dan aneh satu sama lain,
tapi apa daya semua memiliki keputusan masing – masing bukan?
Aku hanya berharap kita masih bisa berteman seperti pada awalnya, tapi ternyata tidak. Aku menyalahkan diriku yang hanya marah – marah dan membuat kalian takut dan jengkel. Aku menyesal karena membuang waktuku untuk kalian karena pada akhirnya berpisah. Ketidakjujuran, suatu dendam dan penyesalan yang terpendam dan tidak pernah ada pencurahan menjadi sebab utama perpisahan lingkaran pertemananku kali ini.
Aku hanya berharap kita masih bisa berteman seperti pada awalnya, tapi ternyata tidak. Aku menyalahkan diriku yang hanya marah – marah dan membuat kalian takut dan jengkel. Aku menyesal karena membuang waktuku untuk kalian karena pada akhirnya berpisah. Ketidakjujuran, suatu dendam dan penyesalan yang terpendam dan tidak pernah ada pencurahan menjadi sebab utama perpisahan lingkaran pertemananku kali ini.
Aku lelah jujur saja. Kalian berdua itu begitu berharga
bagiku, tapi apa boleh buat. Pada akhirnya saling bermusuhan dan saling
menjauhkan. Aku hanya ingin kalian melihat apa yang pernah kita lewati,
meninggalkan dan mengganti itu tidak semudah seperti menelan air liur.
Aku kecewa.
Kata – kata apalagi yang cocok untuk mendiskripsikan kalian.
Mantan sahabat? Mantan teman? Atau kedua orang yang pernah saling mengenal dan
saling membantu? Atau bahkan dua manusia yang pernah saling tau dan mengucap
nama yang tiba – tiba melupakan nama keduanya?
Aku menyesal mencurahkan semua isi hatiku pada kalian
berdua, salah seorangnya sudah mengetahui bahwa aku kecewa akan hal ini. Tapi kusebut
kembali dan kusebut secara berulang – ulang. Aku menyesal, sekali lagi aku
menyesal.
Mau sampai kapan aku menjadi jembatan tidak bermakna di
antara kalian? Untuk apa aku berusaha dan berjuang? Untuk apa aku menyayangi
kalian? Dipermalukan tanpa pembelaan, disalahkan tanpa ada penjelasan
sebenarnya, dan diajak menyelesaikan sendiri namun dibawa ke ruangan penuh
kawan sang lawan bicara.
Aku tau aku tidak berhak mengetahui hidup kalian, aktivitas kalian, karena aku hanya orang lain. Ada yang mengatakan kalau misal aku tidak mendengar cerita aku akan marah. Iya aku akan, tapi misalkan itu adalah masalah pribadi aku tidak memaksa. Kadang aku memang menggunakan bahasa kasar dalam memancing emosi kalian keluar, tapi jika aku tidak melakukannya berarti aku hanya teman baik – baik yang tidak ingin mengetahui sisi lain dari sahabat kita yang mungkin sebagian orang tidak tau. Maafkan aku bila caraku tidak kalian sukai, tapi tolong koreksi aku dan biarkan aku tau dimana aku harus menyesuaikan diri dengan kalian
.
Lagipula aku bukan peramal yang bisa mengetahui kemauan dan
isi hati kalian.
0 komentar:
Posting Komentar