Selasa, 08 September 2015

PT 2

Amoride Design

Berangin - anginan, mendamaikan diri dengan suasana teduh.
Berhembus dingin, namun hangat. Keseluruhan tubuh terasa terbaring di atas lautan awan.

Melihat kebahagiaan sebagai kunci untuk tetap melihat ke depan, terduduk lemas di tempat yang sama. Detik yang berbeda.

Kini hanya satu nadi yang berdetak.

----

"Setidaknya kamu berusaha"
Itulah kata - kata yang terus terbayang di dalam pikiranku. Terua menerus terpelanting dalam benak yang sudah cukup terisi penuh dengan kesengsaraan sebelumnya.

Tubuh ini terpukul berat saat mendengar kabar itu dari sana.
"Ia sudah tenang, Lis"
Sudah tenang ucapnya. Aku tau maksud itu! Aku tau bagaimana menerima semua itu dengan berat hati dan ketidakpuasan tersendiri.

Aku melipat kedua tanganku rapat - rapat. Menggenggam kedua lenganku dengan amarah serta air mata yang tak kunjung berhenti sejak tadi. Meraung. Wajahku tidak berbentuk lagi, air mata membasahi pipi serta dagu yang terus mengucurkan kesedihan. Waktu kita singkat.. Sangat singkat..

Aku ingat, ketika kau berdiri di sana. Melihat wajahku seakan akulah wanita terakhir yang mencintaimu. Memang, akulah wanita itu.

Aku yang terakhir.

Kecelakaan itu membawamu tidur selamanya, benturan kuat di trotoar itu membawamu pergi dariku. Darah yang terus menetes dari spray putih di ruang gawat darurat. Aku di sana, aku membatu di sana. Akulah yang membunuhmu! Kenapa aku tidak bisa menyelamatkanmu dari luka itu? Kenapa tidak aku saja yang mati? Kenapa harus kau mendahuluiku secepat angin berhembus saat pertama kali kita bertemu di taman ini?!

Menyelamatkan banyak nyawa itulah tugasku, lulusan dokter memang berat. Tapi awalnya aku hanya tau menyelamatkan orang adalah tugas mulia dan kewajiban.

Dirimu mengubah segalanya bagiku.
Kau membuka kedua mataku, menyatakan bahwa itu bukanlah keharusan.
Ketulusan, ya ketulusan. Itulah yang kau ajarkan padaku.

Ketika jari - jari ini tidak henti - hentinya berusaha menyelamatkanmu, bersimpah darah, peluh dan air mata yang terus menyapu habis wajahku. Aku tau aku bukanlah wanita yang pantas kau cintai, tapi aku ingin mencoba sekali lagi.

Izinkan aku mencintaimu lebih dari ini..
Berilah aku waktu lebih dari ini untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu lebih dari yang kau tau..

Aku tau kau bukan lelaki paling tampan di kampus dulu, aku tau kau bukan lelaki impianku. Aku tau kau bukan seorang yang kuharapkan masuk ke dalam hidupku, aku tau kau bukan seorang yanh paling pandai di sana.

Tapi dirimulah yang paling ahli mencintaiku.
Dirimulah yang tau aku yang tidak diketahui orang - orang di sana.
Dirimulah yang memelukku dengan erat saat aku kehilangan ibuku saat di masa sulit dulu.
Dirimulah.. Yang menyayangiku lebih dari dirimu sendiri.
Ingatkah ketika orang kampus memarahiku karena aku ceroboh, kau melindungiku.
Ingat saat sekumpulan mahasiswa senior menghadangku saat berjalan menuju parkiran, kau di sana. Berlari, menggenggam tanganku dan menarikku pergi dengan wajah bangga.
Bahwa akulah yang ia cintai.
Bahwa akulah yang ia pilih mendampinginya untuk terakhir kali.

----

"Lis, kamu gak ke makam dia? Kamu gak kangen?"
Menggelengkan kepalaku cepat, melihat Firsa, teman satu sekolahku dulu. Yang ikut duduk bersamaku di taman ini.
Lengannya memelukku erat.. Tangisku pecah.

"Fir, aku kangen banget!!!" Pundaknya telah basah oleh air mataku. Baju kesanyangannya telah bersimpah kesedihan yang telah lama kusimpan sejak kepergiannya.

Mengelus - elus punggungku, Firsa memulai pembicaraan dengan air mata yang sama - sama menetes.
Suaranya bergetar, aku tau. Ia memendam rasa sakit yang jauh lebih sakit dari aku yang pernah bahagia ini.
"Lis, aku kangen juga sama dia. Dulu kita sering main bareng iya gak? Aduh.. Jadi keinget Liam"

Liam, ya. Itu dia namanya. Liam. Lelaki kebanggaanku yang dulu kusakiti dengan beribu kesalahan yang kubuat dan kulimpahkan padanya yang tidak bersalah.

----

Sudah lima tahun sejak kepergiannya, kini nadi ini masih terus berdetak.
Aku tau aku ingin melihatmu bahagia di sana. Aku tau kau juga sama, ingin melihatku bahagia. Tapi sepertinya, aku akan memilih untuk diam sekarang.

Karena cinta ini begitu berbekas di hati.
Kenangan akanmu butuh waktu lebih lama untuk sembuh dariku. Parasit cintamu telah menjangkitku terlalu lama dan dalam.
Tapi tidak apa, karena aku tau.

Senyumanmu yang terus membuatku geli dan tertawa lepas akan terus ada di depan mataku.
Selamanya.

Walau sekalipun bau obat dan panasnya ruang pengap itu. Tidak akan menahanku untuk terus melihat ke depan, dengan dirimu di sampingku.

Walau sekalipun aku teringat akan peluhmu dan hembusan nafas terakhirmu, aku tidak akan berhenti.
Aku tidak akan menyerahkan usahaku dan usaha kerasmu terbuang sia - sia.
Walau hati ini tidak sanggup menerima yang baru, tidak sanggup menyalam ke dalam dunia cinta sekali lagi. Aku tidak peduli. Asal, aku bahagia dan kau di sana tenang dan bahagia.
Aku tidak merasakan sakit yang dalam lagi, aku tidak merasakan air mata yang tulus lagi. Aku tidak merasakan rangkulanmu yang dulu begitu menggelikan dan menghangatkan.
Tanganku gemetar saat namamu disebut, walau sepertinya tidak ada rasa yang tersisa.

Tapi aku tidak akan larut dalam kesedihan terus. Karena bahagia bersamamu, adalah hal terbaik yang pernah aku alami sepanjang hidupku.

8.9.15

Amoride Design / Author & Editor

Jangan pernah menganggap remeh sebuah perasaan, karena perasaan dapat mengubah seseorang menjadi yang lain

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Templatelib