Bolehkah
aku mengungkap kata? Bolehkah aku berderu? Bolehkan aku meninggikan nada suara
ini? Bolehkan aku menghembus nafas lelah?
Kutau,
dirimu tidak menyukainya. Entah mengapa dirimu begiku tidak menyukaiku, tapi
aku hanya bisa berpegang pada kepercayaan ini. Entah aku kehilangan arah? Atau kehilangan
kekuatan doa? Entahlah, semuanya begitu membutakan.
Dirimu
begitu berharga bagiku, tanpa kamu sadari dirimu kuanggap suatu keberuntungan
dalam hidup yang sepi ini. Mungkin kata-kata ini terlalu palsu tapi, aku harap
dirimu mengetahui isi hatiku. Mungkin ini hanya perumpamaan, tapi dirimu perlu
tau bahwa ini adalah suara yang kubisukan darimu.
Baru-baru
ini tahun baru bukan? Sepertinya kamu ingat malam tahun baru itu, aku begitu
bahagia ketika tau aku akan merayakannya bersamamu. Walau tidak berada di
sampingku. Aku tidak henti-hentinya tersenyum ketika kembang api bertebaran di
langit Bandung malam itu. Aku tau kalau dirimu memang pantas untukku.
Kamu
mungkin menganggap aku hanya omong kosong, tapi jangan berfikir sekira itu. Aku
menulis sejujur-jujurnya dari dalam hatiku yang tersembunyi letaknya. Kadang aku
berfikir, apa aku berusaha cukup keras? Apa aku bertahan cukup kuat? Apa aku
terlihat sempurna..?
Aku
berusaha semampuku tanpa bantuanmu di sampingku. Dirimu tidak ada saat aku
membutuhkan, dirimu selalu menganggap ini itu biasa. Dirimu selalu menghinaku,
membantingku keras dengan kata-kata tidak pantas. Tapi aku tetap kuat menahan
semua itu. Terhitung sudah berlalu bulan-bulan pahit itu, tetapi sakit ini
mengapa terus berjalan? Terus terasa? Terus bermunculan?
Kuingat
dirimu menginginkan ku diam, maka aku diam. Aku tidak pernah membagi kesedihan
sebenarnya yang terpendam di hati. Dirimu selalu mengalihkan topik dengan “sudahalah
lupakan” berkali-kali. Mungkin aku juga, itu karena aku ingin dirimu melupakan
sakit yang kualami. Aku tidak ingin dirimu tau betapa sakitnya perlakuanmu
terhadapku. Mungkin kamu memang keras, tapi apakah kamu perlu menghujamku
dengan kata-kata yang begitu menyakitkan? Perlukah itu?
Semudah
itu mengatakannya seperti tidak menganggapku ini seorang kekasih? Seorang yang
berharga!
Aku
berputar berfikir selalu sendirian mencari jalan keluar. Aku tidak tahan lagi, hingga kamu ingat? Aku pecah saat
malam menjelang subuh itu?
Itu
belum segalanya, belum. Sedikit demi sedikit aku mulai lelah. Aku mulai merasa
sia-sia.
Apa
kamu tau usaha kecilmu itu, sia-sia? Aku kesal setiap kali kau mengatakan itu,
tapi daya. Mulutku tidak bernilai lagi di matamu. Apakah harga diriku juga
seperti itu bagimu?
Sejuta
rasa aku ungkapkan setiap harinya, sejuta perasaan kuperlihatkan padamu setiap
harinya. Sejuta ekspresi yang kau larang juga, aku harus tunjukkan. Kamu tau? Aku
menhana cemburu selama ini. Aku ingat dulu aku berlebihan mencurigai
sahabat-sahabatmu, aku sudah berusaha keras sejak itu untuk tidak pernah
mempermasalahkannya lagi. Aku ingin kau tau “aku cemburu” itu saja.
Lagi-lagi
ini terjadi, bercanda tawa dengan sahabat memang tidak kularang tapi apa kamu
memperhatikkannya? Ia tidak menyukai kehadiarnku di antara kalian. Sejak itu
aku mulai mengetahui aku diuji lagi. Sejenak berjalan waktu, seseorang yang
dulu tidak ingin kucurigai. Akhirnya terungkap perlahan. Berkali-kali ingin
dekat denganmu? Menggantikan aku di antaranya?
Kadang
aku hanya bisa menangis dan menganggapnya tidak ada. Mungkin saat kamu membaca
ini juga kamu akan menghujamku dengan kata-katamu. Kamu juga tidak akan
mempercayaiku seutuhnya setelah membaca ini. Aku ini hanya menangis berlebih
karenamu. Karena aku merasa semua yang kulakukan gagal, hingga aku tidak
sanggup berfikir yang lain selain itu.
Kini
saat aku menulis surat ini, dirimu menyesalkanku. Kesal dengan perilakuku yang
menentangmu. Aku ingin berkata keras dan menuntut hakku, apa daya lagi. Aku dilarang
olehmu hingga dihujam lagi dengan ketidaksukaanmu. Kamu tau tidak? Saat pagi
tadi ada pesan tidak jelas asalnya darimana. Seingatku aku tidak membicarakan
hal yang berhubungan dengan suatu kenikmatan. Aku mulai ragu.
Apakah
aku diperlakukan seperti ini lagi, tapi kali ini oleh orang yang kucintai? Aku tidak
ingin suatu cinta yang kupertahankan, kuusahakan sekeras mungkin, seribu cara
kukerahkan untuk menjaga agar hubungan ini tidak runtuh.
Tapi
apakah keraguan ini, kamu benci juga?
Seribu
surat menumpuk di buku-bukuku. Kamu tidak tau itu memang, lalu-lalu apakah kamu
tau aku memliki selembar kertas yang kuselipkan dalam keseharianku? Kertas yang
kujaga rapi dan bertuliskan namamu serta harapan-harapan di sampingnya. Keberuntunganmu
setiap hari hanya ada saat kertas itu kubaca. Dan mengingatkanku akan dirimu
yang selalu menemaniku dalam menuntut ilmu. Selalu mendukungku dalam mengeja
tiap kata dan menghitung tap rumus aritmatik hingga suatu teori.
Aku
rindu kasih sayangmu yang dulu kau beri. Aku rindu kata tanpa ‘tapi’ di
antaranya.
Aku
rindu semuanya. Aku tau semua hanya kenangan sekarang, tapi apakah kamu selalu
mengingat itu? Stiap kita beradu kata apakah kamu sellau mengingat kebaikkanku?
Apa selalu mengingat masa-masa bahagia kita dulu? Apakah kamu pernah melakukannya?
Mungkin
kecil tapi apakah kamu pernah melakukannya?
Kata
teman, kita ini beruntung. Kata teman, aku ini beruntung karena bisa
menggenggam usaha.
Aku
bukan membanggakan diri, tapi inilah yang mereka katakan terhadapku.
Beruntung
ya? Kata yang usang.
Kamu
juga tidak akan menangkap apa-apa di ungkapan hatiku yang tidak kau anggap ini.
Dirimu begitu membenciku, hingga maaf saja aku tidak pernah dengan ketulusannya
lagi.
Aku
memang tidak pernah sempurna, aku memang sulit diberitahu, aku memang sulit
diberi kepercayaan. Tapi percayalah aku tidak ingin berusahan ini sendiran. Aku
lelah menopang ini sendirian..
Sudahlah,
aku tidak sanggup menulisnya lagi. Aku tidak kuat menahan air mata yang terus
mengalir ini.
Kamu
kira lukamu tidak seberapa? Tapi apakah kamu pernah, memandangku dengan teliti
tanpa kenikmatan fisik yang selalu jadi tujuanmu terhadapku..
Mungkin
ini terkesan omong kosong, tapi ingatlah ini. Aku tidak menulis sembarang kata,
sembarang membuat ilustrasi belaka.
Tapi
ini nyata. Dan ini yang kurasa.
Tanpa
ingatan bahagia bersamamu. Aku berlari ke dalam lubang yang sama, karena tidak
adanya seorang yang membantuku melewatinya. Aku emmang sering lupa tapi aku
akan berusaha untuk tidak lupa. Surat singkat ini aku berikan padamu yang tidak
bisa meneteskan air mata lagi. Mungkin karena kamu tau betapa menyedihkannya..
menangisi seorang perempuan tidak pantas sepertiku.
Dan
aku berusaha untuk menjadi yang terbaik untukmu.
Rabu
28 Januari, 2014
Keizia
(‘: aku minta maaf aku tidak bisa jadi yang sempurna..
0 komentar:
Posting Komentar