Rabu, 29 Januari 2014

surat ini aku persembahkan untuk cintaku yang tidak mungkin (:

Amoride Design


Bolehkah aku mengungkap kata? Bolehkah aku berderu? Bolehkan aku meninggikan nada suara ini? Bolehkan aku menghembus nafas lelah?
Kutau, dirimu tidak menyukainya. Entah mengapa dirimu begiku tidak menyukaiku, tapi aku hanya bisa berpegang pada kepercayaan ini. Entah aku kehilangan arah? Atau kehilangan kekuatan doa? Entahlah, semuanya begitu membutakan.
Dirimu begitu berharga bagiku, tanpa kamu sadari dirimu kuanggap suatu keberuntungan dalam hidup yang sepi ini. Mungkin kata-kata ini terlalu palsu tapi, aku harap dirimu mengetahui isi hatiku. Mungkin ini hanya perumpamaan, tapi dirimu perlu tau bahwa ini adalah suara yang kubisukan darimu.

Baru-baru ini tahun baru bukan? Sepertinya kamu ingat malam tahun baru itu, aku begitu bahagia ketika tau aku akan merayakannya bersamamu. Walau tidak berada di sampingku. Aku tidak henti-hentinya tersenyum ketika kembang api bertebaran di langit Bandung malam itu. Aku tau kalau dirimu memang pantas untukku.
Kamu mungkin menganggap aku hanya omong kosong, tapi jangan berfikir sekira itu. Aku menulis sejujur-jujurnya dari dalam hatiku yang tersembunyi letaknya. Kadang aku berfikir, apa aku berusaha cukup keras? Apa aku bertahan cukup kuat? Apa aku terlihat sempurna..?
Aku berusaha semampuku tanpa bantuanmu di sampingku. Dirimu tidak ada saat aku membutuhkan, dirimu selalu menganggap ini itu biasa. Dirimu selalu menghinaku, membantingku keras dengan kata-kata tidak pantas. Tapi aku tetap kuat menahan semua itu. Terhitung sudah berlalu bulan-bulan pahit itu, tetapi sakit ini mengapa terus berjalan? Terus terasa? Terus bermunculan?
Kuingat dirimu menginginkan ku diam, maka aku diam. Aku tidak pernah membagi kesedihan sebenarnya yang terpendam di hati. Dirimu selalu mengalihkan topik dengan “sudahalah lupakan” berkali-kali. Mungkin aku juga, itu karena aku ingin dirimu melupakan sakit yang kualami. Aku tidak ingin dirimu tau betapa sakitnya perlakuanmu terhadapku. Mungkin kamu memang keras, tapi apakah kamu perlu menghujamku dengan kata-kata yang begitu menyakitkan? Perlukah itu?
Semudah itu mengatakannya seperti tidak menganggapku ini seorang kekasih? Seorang yang berharga!
Aku berputar berfikir selalu sendirian mencari jalan keluar. Aku tidak  tahan lagi, hingga kamu ingat? Aku pecah saat malam menjelang subuh itu?
Itu belum segalanya, belum. Sedikit demi sedikit aku mulai lelah. Aku mulai merasa sia-sia.
Apa kamu tau usaha kecilmu itu, sia-sia? Aku kesal setiap kali kau mengatakan itu, tapi daya. Mulutku tidak bernilai lagi di matamu. Apakah harga diriku juga seperti itu bagimu?
Sejuta rasa aku ungkapkan setiap harinya, sejuta perasaan kuperlihatkan padamu setiap harinya. Sejuta ekspresi yang kau larang juga, aku harus tunjukkan. Kamu tau? Aku menhana cemburu selama ini. Aku ingat dulu aku berlebihan mencurigai sahabat-sahabatmu, aku sudah berusaha keras sejak itu untuk tidak pernah mempermasalahkannya lagi. Aku ingin kau tau “aku cemburu” itu saja.
Lagi-lagi ini terjadi, bercanda tawa dengan sahabat memang tidak kularang tapi apa kamu memperhatikkannya? Ia tidak menyukai kehadiarnku di antara kalian. Sejak itu aku mulai mengetahui aku diuji lagi. Sejenak berjalan waktu, seseorang yang dulu tidak ingin kucurigai. Akhirnya terungkap perlahan. Berkali-kali ingin dekat denganmu? Menggantikan aku di antaranya?
Kadang aku hanya bisa menangis dan menganggapnya tidak ada. Mungkin saat kamu membaca ini juga kamu akan menghujamku dengan kata-katamu. Kamu juga tidak akan mempercayaiku seutuhnya setelah membaca ini. Aku ini hanya menangis berlebih karenamu. Karena aku merasa semua yang kulakukan gagal, hingga aku tidak sanggup berfikir yang lain selain itu.
Kini saat aku menulis surat ini, dirimu menyesalkanku. Kesal dengan perilakuku yang menentangmu. Aku ingin berkata keras dan menuntut hakku, apa daya lagi. Aku dilarang olehmu hingga dihujam lagi dengan ketidaksukaanmu. Kamu tau tidak? Saat pagi tadi ada pesan tidak jelas asalnya darimana. Seingatku aku tidak membicarakan hal yang berhubungan dengan suatu kenikmatan. Aku mulai ragu.
Apakah aku diperlakukan seperti ini lagi, tapi kali ini oleh orang yang kucintai? Aku tidak ingin suatu cinta yang kupertahankan, kuusahakan sekeras mungkin, seribu cara kukerahkan untuk menjaga agar hubungan ini tidak runtuh.
Tapi apakah keraguan ini, kamu benci juga?
Seribu surat menumpuk di buku-bukuku. Kamu tidak tau itu memang, lalu-lalu apakah kamu tau aku memliki selembar kertas yang kuselipkan dalam keseharianku? Kertas yang kujaga rapi dan bertuliskan namamu serta harapan-harapan di sampingnya. Keberuntunganmu setiap hari hanya ada saat kertas itu kubaca. Dan mengingatkanku akan dirimu yang selalu menemaniku dalam menuntut ilmu. Selalu mendukungku dalam mengeja tiap kata dan menghitung tap rumus aritmatik hingga suatu teori.
Aku rindu kasih sayangmu yang dulu kau beri. Aku rindu kata tanpa ‘tapi’ di antaranya.
Aku rindu semuanya. Aku tau semua hanya kenangan sekarang, tapi apakah kamu selalu mengingat itu? Stiap kita beradu kata apakah kamu sellau mengingat kebaikkanku? Apa selalu mengingat masa-masa bahagia kita dulu? Apakah kamu pernah melakukannya?
Mungkin kecil tapi apakah kamu pernah melakukannya?
Kata teman, kita ini beruntung. Kata teman, aku ini beruntung karena bisa menggenggam usaha.
Aku bukan membanggakan diri, tapi inilah yang mereka katakan terhadapku.
Beruntung ya? Kata yang usang.
Kamu juga tidak akan menangkap apa-apa di ungkapan hatiku yang tidak kau anggap ini. Dirimu begitu membenciku, hingga maaf saja aku tidak pernah dengan ketulusannya lagi.
Aku memang tidak pernah sempurna, aku memang sulit diberitahu, aku memang sulit diberi kepercayaan. Tapi percayalah aku tidak ingin berusahan ini sendiran. Aku lelah menopang ini sendirian..
Sudahlah, aku tidak sanggup menulisnya lagi. Aku tidak kuat menahan air mata yang terus mengalir ini.
Kamu kira lukamu tidak seberapa? Tapi apakah kamu pernah, memandangku dengan teliti tanpa kenikmatan fisik yang selalu jadi tujuanmu terhadapku..

Mungkin ini terkesan omong kosong, tapi ingatlah ini. Aku tidak menulis sembarang kata, sembarang membuat ilustrasi belaka.
Tapi ini nyata. Dan ini yang kurasa.
Tanpa ingatan bahagia bersamamu. Aku berlari ke dalam lubang yang sama, karena tidak adanya seorang yang membantuku melewatinya. Aku emmang sering lupa tapi aku akan berusaha untuk tidak lupa. Surat singkat ini aku berikan padamu yang tidak bisa meneteskan air mata lagi. Mungkin karena kamu tau betapa menyedihkannya.. menangisi seorang perempuan tidak pantas sepertiku.
Dan aku berusaha untuk menjadi yang terbaik untukmu.

Rabu 28 Januari, 2014

Keizia (‘: aku minta maaf aku tidak bisa jadi yang sempurna..

Amoride Design / Author & Editor

Jangan pernah menganggap remeh sebuah perasaan, karena perasaan dapat mengubah seseorang menjadi yang lain

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Templatelib