Cinta Itu Seni.
Tidak ada hal yang lebih berseni
selain mencintai seseorang
Cinta Hanya Memberi.
Cinta yang kuat tidak menghitung.
Cinta hanya memberi dengan cuma-cuma
Bertahanlah Pada Cinta Pilihanmu.
Jika kamu menemukan seseorang yang kamu cinta dalam hidupmu
hiduplah pada cinta itu
Cintai Dirimu.
Jangan lupa
mencintai dirimu sendiri

Minggu, 11 September 2016

Hai cintaku, aku merindukanmu.

Amoride Design
Maaf

Hai cintaku,
aku merindukanmu.
Aku tau kau tidak akan membaca ini, jadi aku akan terus terang menjelaskan perasaanku di selembar halaman tipis ini.
Maaf ya kalau aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di hadapanmu akhir
akhir ini. Maaf kalua itu membuat kamu terasa terbebani dengan tindakanku ini. Sekali ini biar aku perjelas dengan pernyataan singkat ini.

Honey,aku minta maaf kalau aku terus menerus memarahimu, maaf kalau aku selalu buat tulisan begini setellah itu memarahimu karena kamu tidak membacanya. Padahal aku tau sendiri, kamu tidak suka membaca.

Maaf kalau aku terus membebanimu dengan perasaanku yang banyak menuntut darimu. Aku tau hal ini biasa kita lalui tapi aku juga harusnya tau batas dari kesabaranmu. Maaf kalau aku berusaha mengerti tapi salah mengartikan.

Maaf juga kalau aku suka merepotkanmu dengan permintaanku yang macam macam dan aku masih merasa aku kurang padahal kamu sudah penuhi itu semua.

Maaf aku juga yang sepertinya tidak menghargaimu, maaf aku juga yang selalu menyalahkmu dengan segala kesalahan yang sama sekali tidak kamu buat.

Maaf juga aku tidak memintamu untuk memahamimu kecuali di luar kemauanku.

Maaf juga aku tidak menyukai segala yang kau lakukan, padahal aku menerima apa saja yang kamu lakukan asalkan kamu menceritakannya padaku setelah itu.

Maaf juga aku selalu meminta di saat kamu tidak ingin memberikannya padaku.

Maaf juga permintaanku datang saat kamu sedang berhalangan, dan aku pun tidak menyukainya seakan aku tidak memiliki siapa siapa untuk diajak sibuk selainmu.

Maaf bila anggapanmu aku menulis ini hanya untuk menarik simpatimu, tapi sayangnya tidak hanya itu. Maaf bila kamu salah paham.

Maafkan aku yang sulit mengertimu.

Maafkan aku untuk segala pukulan dan kata tak pantas yang keluar dari mulutku.

Maaf aku bila aku menganggap kamu tidak pernah ada.

Maaf jika aku meninggalkanmu sendirian di saat kamu membutuhkanku.

Maaf jika aku selalu menunggumu.

Maaf aku tidak pernah bisa mengatakan aku merindukanmu.

Maaf juga karena aku mengatakan maaf dengan tulisan bukan dengan kata – kata.

Maaf aku takut ketika kamu marah, dan maaf aku membuatmu marah dan kesal terhadapku.

Maaf kalau aku membuat hatimu nyeri ketika aku menangis.

Maaf kalau aku tidak menyukai kamu menangis, maaf karena aku ikut menangis.

Maaf aku yang tidak menyukai ketika diminta berhenti menangis, karena menangis satu - satunya cara aku bisa mengeluarkan semua sakit di hati ketika aku tidak mengandalkanmu.

Maaf aku tidak bisa memberitahumu semua yang aku tau pada saat kamu bertanya.

Maaf aku membuatmu menyalahkan dirimu sendiri.

Maaf kalau aku butuh kasih sayangmu di saat kamu tidak memiliki waktu untuk memberinya.

Maaf aku pemaksa.

Maaf aku kadang hanya ingin mendengar suaramu ketika tidur, maaf kalau aku menyusahkanmu.

Maafkan aku yang pemberontak dan kejam ini.

Maafkan aku yang begitu kasar dan sulit berterima kasih.

Maafkan aku yang mencintaimu tanpa menunjukkan “cinta” itu padamu secara jelas.

Maaf aku yang sulit membalas cerita – ceritamu yang selalu ingin kudengar setiap saat.

Maafkan aku yang dingin dan tidak berperasaan ini.

Maaf aku tidak bisa mengucapkan semua rasa yang kurasakan terhadapmu secara terus terang.


Aku tidak biasa meminta maaf padamu seperti rata -rata orang biasa lakukan. Jadi maafkan aku untuk segala kesalahan dan kesalahpahamanmu terhadap apa yang kulakukan dan yang tidak kulakukan terhadapmu.

Sabtu, 28 Mei 2016

Gue katanya neting mulu, tapi kalau emng kenyataan jelek gimana?

Amoride Design




Kecil.

Tidak ada yang lebih berharga daripada menyalurkan keasikan dan kesukaan masing – masing, menekuni hobi, menjalankan perjalanan jauh, berpetualang, mempelajari hal = hal baru tanpa keraguan.
Sayangnya, setiap orang itu berbeda – beda, dan tidak ada yang sama dalam penyampaiannya. Tetapi ketika kita menemukan orang yang menekuni cara yang sama dengan kita, menggunakan cara yang sama dan menghabiskan waktu yang lama dan banyak untuk melakukannya. Apa daya. Mungkin kita akan tergiur untuk ikut bersamanya atau bahkan menolaknya mentah – mentah.
Kesanggupan untuk terus mencoba – coba hal baru dan merasakan situasi yang berbeda, keluar dari zona nyaman dan mengikuti arus tantangan. Hidup zaman sekarang, penuh teknologi dan pengetahuan akan globalisasi yang berlebih. 

Akankah hal – hal ini mengubah diri kita?

Bersandar pada dinding lapuk berlapis cat pucat, melihat hujan dan angin berseteru membuat konser di balik jendela. Membuat orang – orang berpayung sempoyongan menghadapi derpaannya. Musik jazz sendu berbalut di radio sore itu, berirama lembut membuat suasana semakin melekat di kulit, ditambah dinginnya ruangan seperti di kutub. Tidak ada yang mengira bahwa Vivi di sini menyanggupkan diri, memberanikan diri untuk tetap berada di dalamnya, dengan jangka waktu yang lama. Hujan masih deras, teh hangat sudah berhenti mengepulkan uapnya. Perempuan manis masih terduduk di atas tempat tidurnya, bersandar dinding dengan tatapan kosong menghadap cakrawala.

Ketukan pintu mengagetkan sedikit gadis itu sehingga goyah sesaat. Tidak lama ia kembali lagi meringkuk dan membenamkan wajahnya ke lipatan kakinya.
 
Mengelus manja adiknya, lelaki tinggi berambut cepak itu berusaha sebaik mungkin untuk ada di sisinya. Mungkin hal yang ia lakukan kurang baik dan salah, kurang tepat dan tidak pas. Terlalu egois. Sehingga hatinya mengeluh gagal, karena sekarang adik satu – satunya itu seperti kehilangan setengah nyawanya.
“sudahlah Vi, kakakmu ini khawatir banget. Kamu tega liat kakak terus begini?” tapi ia diam saja. Angin di luar semakin kencang, menggetarkan kaca – kaca dan menerbangkan kertas – kertas serta sampah – sampah. Sesaat lelaki itu mengintip horden dan meliat keluar. Cepat – cepat ia berlari keluar kamar, menuju ruang tamu. Menyelinap di balik horden, dan melihat. “Do kamu ngapain lihat – lihat keluar, kan tidak ada apa – apa” tapi kali ini Edo, lelaki jangkung itu memasang wajah terkejut dan menggelengkan kepalanya cepat. Kedua orang tuanya mengerutkan alis dan memiringkan kepala. Edo bersuara sedikit, membuat suara televisi ayah pun tidak berdengung sedikit pun di antara mereka. Semuanya mendadak hening dan sepi walau hujan terus mengguyur dan angin tetap berhembus.

“Pa, anak itu ada di sana. Dia berdiri di bawah hujan dan duduk di atas motornya.”


Air hujan tetap berjatuhan merembas baju hitamnya, sekalipun basah kuyup dan hampir tak sanggup lagi berdiri menunggu, ia tetap berada di sana. Menanti.
Sekalipun ia ditolak dan diabaikan, ia akan tetap berdiri tegap, tidak mengenal menyerah. Andai pun gadis itu melangkah keluar dengan payung merah muda nya beserta daster putih bunga – bunga dan marah. Ia tidak akan peduli, untuk sekarang cukup melihat wajahnya saja lebih dari yang dia inginkan. Tidak tanggung – tanggung, angin terus menembus tubuhnya yang mulai gemetar, kedua kakinya mulai kaku dan bergetar. Kedua tangannya tidak merasakan apa – apa selain dingin dan cekaman suasana hatinya.

Pikirannya entah kemana perginya, ia seperti kehilangan akal sehatnya. Seperti orang gila. Menggerakan sedikit kepalanya, menghilangkan pegal yang dirasa. Kali ini ia mulai merasa lelah dan pusing. Kepalanya mulai berat dan matanya mulai kabur. Mendongkakkan kepala ke atas sesaat lalu menurunkan kembali, semua yang ia rasakan serasa hilang. Mulai dari cara ia berdiri dan tujuannya kemari, berdiri di depan pagar perempuan yang ia cintai.

Ia tau, ia salah.

Kenapa ia melakukan hal itu padanya? Mengapa hal sekecil itu melukainya begitu dalam? Sedangkan yang seperti lebih besar dan lebih menyakitkan, ia tidak merasakan sedikitpun rasa lelah. Risih pasti, tapi lelah? Sepertinya ia tau, bahwa wanita yang ia cintai tidak sanggup lagi bersanding dengannya. Tidak sanggup memenuhi semua keegoisan yang terus datang, dan akhirnya menemukan titik rapuh. Dimana ia tidak lagi tersenyum, dimana ia tidak lagi membela, dimana ia tidak lagi mencari dan memarahinya karena cemburu. Dimana ia berlarut pergi namun tidak diperdulikan, dimana ia kesal dan membentaknya tetapi  hanya  diam dan menyunggingkan senyum palsu itu dan mengucap maaf semudah menyulutkan amarah kepadanya.

Katanya akan terus bersama susah dan senang. Tapi ketika kesulitan begitu banyak dan hanya menanggungnya sendirian, dilarang bercerita dan meminta tolong teman, dimana semua yang keluar hanya kebohongan.

Ya, kebohongan.


Vivi secepat kilat membuka pintu kamarnya, dengan celana pendek kaus coklat bergambar donat favoritnya, ia mengambil payung merah mudanya, menghela nafas panjang. Edo menggenggam tangannya kuat, memasang wajah lesu dan kesal. Vivi tau, kakak kesayangannya ini tidak ingin ia bertemu dengan orang di luar sana. Ia juga tau bahwa rasa sakitnya membawa adik semata wayangnya tenggelam dalam kesedihannya untuk waktu yang lama.
 
Tapi kali ini, Vivi menyunggingkan senyumnya yang kelam. Menggelengkan kepalanya perlahan “Do, aku mau ketemu dia kok, ada yang harus aku omongin ke dia.” Edo melepaskan genggamannya, membiarkan adiknya mengenakan sendal jepit merah, membuka pintu dan melangkah keluar. Pintu terbuka, hujan masih terlihat jelas menutupi pandangan, angin perlahan menembus ke dalam rumah, kemudian terhenti karena pintu itu sudah tertutup.

Kini saatnya, Vivi mengakhiri semua yang ia rasakan, kali ini ia serius mengatakannya. Kadang rasa sakit itu harus dibayar oleh rasa sakit, ketka kebaikan tidak lagi terbayar dan menutupi luka yang ada.


Lelaki itu mendengar langkah di genangan, melihat ke depan, menemukan perempuan itu berdiri, membuka pagar dan menutupi kepalanya dengan payung merah muda. Kedua matanya kosong, kantung matanya tebal dan hitam, rambutnya terurai lembut di pundaknya. Lelaki itu tidak berkutik, tidak menggerekan sedikit pun sendi – sendinya. Dan kesunyian itu berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Vivi mulai angkat bicara.

“Apa yang kamu lakukan di sini?”.
Dingin lekukan bibirnya, lelaki itu menjawab pelan “aku ingin bertemu.” Vivi menutup matanya menghempaskan wajahnya ke atah kanan, dan terdiam. Lelaki itu tau, perempuan di hadapannya menahan emosinya, ia tau sepertinya ia melakukan kesalahan.

“aku hanya melakukan hal kecil.” Tambahnya. “kenapa kau begitu mempermasalahkannya sampai seperti ini?”.
Vivi menghapus air mata yang baru saja ingin jatuh di pipinya, tertawa kecil. Katanya hal kecil. Baginya hal itu begitu penting dan bukan sekedar hal kecil sepele dan mudah di lupakan seperti yang mudah di lakukan laki – laki ini padanya.

“kecil katamu?” “di mulai dari hal kecil, menjadi besar setelah dibiarkan, bagaimana aku tidak mempermasalahkan?”.
“Memang sepenting apakah hal itu bagimu? Bukannya hal ini begitu sepele dan tidak begitu perlu dibahas lagi?”
 
“berandaikan sekarang kamu baru mengatakan hal itu sekarang, kebohongan kecil demi menutupi ketakutanmu, bagaimana yang setelahnya? Apakah ada lagi?”
Laki – laki itu kesal, suaranya mengeras sedikit, kali ini ia kembali lagi membentak pelan.
“Ya itu urusanku, asalkan kau bahagia kan?”

Kali ini Vivi mengepalkan kedua jari tangannya, menggeram keras. Berteriak dan menampar laki – laki itu di sana. Detik itu juga, saat itu juga.
 
Air matanya turun, alisnya mengerut dan tubuhnya bergetar. Ia baru saja melakukan hal yang jarang ia lakukan terhadap laki – laki yang ia cintai di hadapannya. Ia tau ia salah, tapi ia memilih menanggung beban itu sendirian, menyerahkan diri melakukan kesalahan – kesalahan demi kata – katanya tersampaikan.

“aku bahagia? Bagaimana sisanya yang kamu lakukan? Bagaimana setiap amarah yang kau keluarkan? Bagaimana setiap beban yang kau buat dengan mudah kau lupakan dan tertawa di atasnya? Bagaimana dengan larangan bercerita? Bagaimana dengan larangan untuk menangis? Apakah semua itu hal kecil bagimu? Melupakan, cuek, dan dengan mudah melupakan masalah lalu tertawa?”

Lelaki itu menelan ludah, ia terdiam. Sulutan emosinya berhenti ketika Vivi menamparnya. Ia tau bahwa perempuan itu tidak tega menyakitinya, keterlaluan itulah yang membuatnya terdorong untuk menepis pipi tipisnya.

“Andai semudah itu, aku juga ingin....” hati Vivi berbisik.

Vivi berhenti menangis, ia marah. Ia tau ia memiliki banyak kesalahan, ia tau sekarang ia menuntut terlalu banyak. Mungkin sikap seenaknya membuatnya lupa bahwa Vivi juga memiliki sisi, sikap, dan pandangan yang berbeda.
Ia menepuk pipi laki – laki itu, berusaha tersenyum. Lelaki itu masih menunduk, menghadapkan wajahnya ke jalan bergenang di bawah alas kakinya yang tebal.

Tanpa basa – basi, Vivi kembali masuk ke gerbang, meninggalkan lelaki itu kembali basah kuyup. Vivi tetap membisu, ia tidak ingin membahasnya, ia hanya ingin belajar tersenyum lagi. Tapi kali ini tanpa orang itu, merusak otaknya. Membuat hatinya kehilangan rasa mencintai, membuat dirinya lupa bagaimana caranya tersenyum dan terlepas dari itu. Vivi juga ingin memulai jalan baru, dan bebas dari adanya sakit hati yang berarti.

Sayang itu tidak perlu susah kan? Cukup percaya, jujur, tulus sudah lebih dari cukup. Sayangnya hal itu hanya di dapat dari mimpi.

Rabu, 25 Mei 2016

Memories Series Come Back

Amoride Design



A Flower Blown by Tears and Happinest
- originally from 2013's Memories Series -
(Shiro's Note of Amazing Stories)

Sore menjelang siang, hari ini hari dimana aku akan menulis kenangan tentang sahabat kami, yang baru baru ini pergi pulang..
Aku dan istriku dan juga teman teman, tidak akan mengira dia pergi secepat itu..
Aku pergi ke tempat dia biasa ada, dan biasa beraktifitas setelah lulus kuliah..

Dance studio, tempat yang biasa bagi kami. Tapi baginya adalah tempat segala kenangan, pengalaman, ingatan, hingga hal hal yang dilupakan..
Hanna, temanku yang pindah setelah kelas 1 SMA itu, dia mempunyai hobi menari serta menyanyi, cukup biasa untuk seorang perempuan. Menurutku Hanna memiliki bakat serta cita cita yang berkaitan dengan hobinya itu.
Setelah aku mendengar sebuah kabar yang berbunyi, seorang penari dan penyanyi muda yang meraih banyak penghargaan di usia yang sangat dini itu, bagiku adalah sebuah inspirasi untuk foto serta design pakaian baru. Tempat yang menunjukkan orang itu adalah sebuah tempat tidak berukuran besar, letaknya juga tidak jauh dari studioku. Sehingga aku dan istriku pergi kesana untuk wawancara majalah serta mencari inspirasi design.
Sesampai disana, aku menemukan seseorang yang kukenal sedang membersihkan tempat itu.
"Hanna?! Itukah kau? Sudah lama tak berjumpa!" teriakku di depan pintu tempat latihan itu. "siapa ya? Tunggu aku segera kesana" Hanna membalas.
"Sherly?? Sherly ni? Serius? Sudah lama tidak ketemu, kanger Sher" dia datang menghampiri istri ku sambil memeluknya erat. "ini.. Shiro? Kenapa kalian disini? Sudah sukses kah? Senang bertemu kalian, gimana teman teman lain?" kata Hanna gembira
"Hahaha, kami sudah sukses dan dirimu juga bukan? Hari ini aku dan Sherly akan memwawancarai dirimu untuk majalah" kataku sedikit menahan tawa.
"wawancara? Majalah? Kalian tau aku.. Sstts.. Hanya orang tertentu yang tau. Oh ya Shiro, kau mengajak Sherly? Kenapa tidak sendiri?" kata dia berbisik ke diriku.
"kau heran? Mengapa perlu heran, aku dan Sherly sudah menikah sejak 2 tahun yang lalu Han, kau kenal kami bukan? Aku dibilang cukup terkenal dan Sherly juga" kataku dengan biasa dan agak kebingungan.
"Sudah menikah ternyata? Aku tidak tau, sebab baru tahun ini aku kembali ke Jepang, 4 tahun lalu aku ikut studi di Amerika sekalin kuliah di sana, aku pergi bersama Kakak permpuanku, Christina" dengannya sedikit kaget dan datar.
Ya sudah dari pada berlama lama, segera kita lakukan wawancara itu. Wawanara berlangsung sangat santai, sambil ngobrol ngobrol dengannya.
Setelah seharian berbincang, saatnya kukembali ke studio, untuk memberikan hasil kepada editor majalah, cukup menyenangkan bisa bertemu teman lama kami pada waktu ini walau singkat.
Sebelum berangkat, Hanna meminta izin untuk ikut mobil kami dan minta diantarkan ke taman dekat deretan ruko ruko itu. Setelah bersiap siap, kami pun mengantar Hanna. Perjalanan cukup jauh, karena taman itu di dekat pantai, pemndangan sunset yang indah. Kami menurunkan Hanna di sini, sebelum pergi kembali ke studio, Sherly bertanya "Hanna keliatan senang bukan, sayang? Sepetinya ada seseorang yang ingin di temuinya di taman itu". Jawabku "Iya, mungkin. Tapi aku merasa tidak enak, apa Hanna akan baik baik saja?". Sherly hanya mengangguk dan berkata "Percaya saja padanya, dia bukan seperti dulu SMP!" katanya penuh semangat. Setelah itu kami kembali ke Studio.

Tidak ada kabar apapun setelah itu dari Hanna. Beberapa hari kemudian tertulis di koran sebuah berita yang mengagetkan kami semua.
Senin, 26 November 2012

BERITA DUKA
Kami berduka atas meninggalnya,
Hanna Russle, 29 tahun
Semoga Arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kami mengucapkan sabar sedalam dalamnya bagi keluarga yang berduka, dan mendoakan agar cepat bangkit dan kuat terhadap cobaan ini.....

Koran dengan bacaan itu membuatku meloncat dari meja makanku.
"Shiro? Kenapa pagi pagi buat onar sih?" kata Sherly sambil membuat roti.
"Sherly cepatlah buat roti itu, kau akan memakannya dimobil nanti, kita akan pergi ke Taman dekat pantai itu!" kataku tergesa gesa.
Kami berdua segera ke taman itu, perjalanan memakan waktu 1,5 jam. Setelah sampai, aku menemukan seorang lelaki, sepertinya seumuran. Aku menghampiri dia yang duduk termenung.
"kau? Sedang apa? Kenapa merenung di tempat ini?"
"siapa kau?" tanyanya.
"Shiro, sahabat Hanna, kau kenal?" jawabku sedikit memaksa.
"Iya, aku Christian. Salam kenal"
"Chris, kenapa kau disini? Kau dengar tentang Hanna bukan?"
"iyaa.. Aku menyaksikan dia mati di depan mataku sendiri (menangis)"
"maksudmu?! Dia mati di depan matamu?!"
"iyaa, dia mati karena kediamanku sendiri, aku tidak memberitahunya sebuah kenyataan yang harus dia terima.. Aku tidak memberitahunya, coba aku menberitahunya. Sekarang dia masih hidup! (menangis)"

Setelah berbincang, aku bertanya "Apa maksudmu hal yang tak terberitahu itu, Chris?"

Bermulailah dari sini...

Pemandangan Matahari terbenam membuat suasana makin romantis! Kataku semangat.
Aku melambaikan tangan kepada 2 sahabatku, Shiro dan Sherly. Aku tidak tahu mereka sudah menikah (tertawa)
Hari ini, tidak sabar menemui Christian. Orang yang paling kucintai di dunia ini. Aku berjanji dengannya untuk bertemu di tempat ini setiap sore.
Sore ini yang paling indah, sekalian bawa makanan untuk dimakan bersama.
Aku dengan tidak sabarnya, berlari ke tengah taman. Tiba tiba aku berhenti...
Melihan kenyataan bahwa ia memeluk wanita lain, dengan senyum dan tawa yang lebih bersinar dari pada denganku...
Aku menjatuhkan kantung plastik ku dan berlari.. Berlari.. Dan berlari sampai akhirnya berhenti di sebuah tebing di atas bukit. Aku melihat ke bawah, air laut murni bergerak bebas tanpa halangan apapun..
Botol kecil aku keluarkan dari tasku, serta sebuah lembar kerta dan bolpoin. Kutuliskan ini

Dear Christian,

Kenapa kau meninggalkan aku? Kenapa? Mungkin kau sudah bosan sebagai pendamping hidupku. Memang aku tidak secantik, semurni, sekaya orang yang ada di pelukanmu, tapi bisakah kau tulus menyukaiku selama ini?
Aku hanya bisa menangis sekarang, atau mungkin tidak usah menangis sekalian!
Maafkan aku telah salah menyukaimu selama 4 tahun ini.. Aku telah salah menyukaimu.. Ternyata kepercayaan "Cinta akan bertemu saat kau menari" hanya belaka?! Ternyata dari awal kau memainkan aku bagai boneka yang lunak tak berhati..
Sekian sudah jalan hidupku ini, aku mengucapkan terima kasih selama ini..
Walau kau akan melupakan aku ada, tapi sampai mati pun aku akan selalu menganggapmu orang terakhir yang mencintaiku, walau anggapan sebenarnya kau tidak mencintaiku, tapi tak apa!
Sampaikan salamku, kepada teman temanku..

Here Sign

Hanna

Kemudian aku memasukan kertas itu kedalam botol kecil itu, dan melemparnya jauh jauh ke laut. Mungkin saatnya dia berusaha untuk menemukan benda itu.
Setelah menangis sesaat.. Aku memberanikan diri.. Meloncat ke bawah tebing... Sambil berharap, dia mengingatku..

Sementara itu

Aku terkaget mengetahui, bahwa Hanna. tau aku berlajan dengan wanita lain.
Segera aku berlari melepas pelukan wanita itu. Segeralah aku mengejar Hanna, kenapa aku begita bodoh, dalam benakku.
Aku mencari cari Hanna kesana kemari tetapi tidak menemukan dia. Aku mencari di segala sudut pantai, sampai akhirnya terhenti di sebuah tebing dengan sepasang sepatu bunga, serta tas yang kukenal. Segeralah aku meloncat kebawah tebing..
Aku berenang mencari di dalam dinginnya laut malam, aku menemukan seseorang tenggelam, segera aku selamatkan dia.
Dengan sisa tenaga aku membawanya ke pantai. Sambil mengamati siapakah wanita ini? Aku melihat lebih jelas lagi, Hanna!! Teriakku khawatir dan senang, aku memeluk Hanna erat.. Tetapi tidak ada realsi apa apa, badannya dingin, tidak ada hembusan nafas hangat..
Sambil menangis keras sambil berteriak
"AKU MENYESAL HANNA TIDAK MEMBERITAHUMU INI!!!!!!!"
Dengan sedihnya aku memeluk badannya yang kosong, hanya tinggal kenangan semata, aku begitu bodoh tidak memberitahunya bahwa aku sudah bertunangngan..
Sebuah botol kecil menyentuh kakiku, aku membuka boto itu dan menemukan surat yang menuliskan semua isi hatinya kepadaku saat itu..
Hanya kenangngan..

---------------------------------

Kejadian kematian Hanna.. Membawa duka kepada semua diri kami, kali ini seorang telah hilang lagi dari genggaman tangan kami.. Aku hanya bisa mendoakan dia hidup bahagia di atas sana..

Studio Dance, sekarang telah hilang entah kemana, sejak kematian Hanna. Semua orang di sana telah berpencar. Sesaat aku pergi ke tempat studio kosong atau sekedar melewatinya saja dengan mobil, suka terbayang tawa dan kebersamaan Hanna yang menyenangkan... Yang tertinggal hanya kenangngan lama.. Tetapi kenangngan itu tak akan hilang dari hati kami..

Shiro

Series Memories..
01.12.12

Jumat, 06 Mei 2016

. H I T A M .

Amoride Design
. H i t a m .

Kadang aku lelah untuk mengungkapkan seluruh perasaanku padanya, namun sepertinya kurang jika tidak memberitahunya. Namun.. hal itu dibentak keras oleh keadaan bawah ternyata ia hanya menerima seperlunya dan seadanya. Tidak memperhatikan yang sebenarnya terjadi. Kadang keterpaksaan kuingin lakukan padanya, namun sekali lagi serasa aku tidak mempu untuk memaksanya, sebaliknya ia mudah untuk melakukan itu. Hingga kini aku cukup sabar menghadapinya walaupun kata sabar itu hanya kebohongan yang kulontarkan dengan mudah ke atas wajahnya.
 
Tidak ada alasan lagi untuk tetap bersamanya, namun sikap serta sifat yang begitu menghargai adanya seseorang yang penting di hidup membuatku enggan untuk bangun dan mencari yang baru. Jelas seseorang menungguku di sebrang sana, tapi aku yang tidak ingin melewati jembatan kasat mata itu. Dan meninggalkan.
Percaya tidak percaya, sudah banyak tulisan yang muncul, tapi apa daya ia selalu melewati itu dan menganggapnya angin. Aku tau jika semua orang itu memiliki kekurangan, namun hingga kini aku mengabaikannya dan ternyata ketika kusadar, bahwa diriku sudah dimakan habis oleh kelelahan. Aku lelah menghadapi semua ini, dan ketika nanti lebih dewasa sekiranya ia akan lebih sibuk ke dunianya. Aku ingin istirahat.

Katanya, aku yang tidak menghargainya. Tapi jika itu yang kulakukan, apakah aku masih di sini dan menunggunya pulang walau aku berharap lebih tapi keadaan mengatakan sebaliknya. Apakah karena sifatku yang melihat kekurangan berlebihan membuatku dijauhi oleh orang banyak? Apakah aku ini melelahkan dan membosankan? Sekiranya aku memiliki orang yang menghargaiku seadanya, tapi banyak juga yang membenciku karena aku tidak mampu menyatukan diri dengan kesibukan sosialita mudah seperti layaknya mereka itu.
Aku juga ingin menginjak mereka semua. Aku juga ingin melihat kekurangan diriku yang TIDAK PERNAH mereka katakan padaku. Bodohnya kenapa mereka masih ada di sini dan mereka lah yang lebih banyak daripada orang sepertiku. Sekiranya terlalu berbeda itu membuat hidup mencolok dan dibenci. Sulitnya menerima diri sendiri dan sulitnya untuk mengungkapkan amarah apa adanya, ya itu dia.

Kembali lagi tentangnya, aku sering menghapus chat dan mengabaikan namun sepertinya sikapku ini terlalu baik. Apa sebaiknya aku melakukan hal yang sama sepertinya agar ia mengerti jadinya aku?s sepertinya perlu. Kadang aku tidak sanggup lagi untuk menangis dan meratapi apa yang terjadi, aku cuek dan mengabaikan dengan mudah apa yang menganggu hati. Sekarang itu yang kulakukan sekarang, melupakan.

Katanya lepaskan?
Katanya bosan dan stereotype?
Katanya dingin dan pemarah?
Katanya tidak menghargai?

Aku lelah menghadapimu sekarang, katanya kemauanku terus yang harus dipenuhi. Itu benar, namun pernahkah aku memintaku hal hal yang aneh dan berlebihan? Kadang menyeletuk canda dan tertawa. Namun hati ini sudah terbiasa berbohong.
Kebohongan itu mudah kau lakukan, aku juga.
Andai kau tau bahwa aku menulis ini seadanya yang terjadi di dalam diri ini. Andai kau tidak mengabaikan dan membaca cepat semua yang kubuat. Ketulusan kau beri namun kau lebih mementingkan bukti dariku daripada bukti yang kau sendiri berikan padaku. Kadang kau memperhitungkan kemampuan mencintai, dan akhirnya kau mengatakan aku berubah dan bertanya apa aku menyayangimu mencintaimu.

K O N Y O L !

Aku juga ingin melakukan hal itu namun aku tidak dapat.
Indahnya menjadi seseorang yang berbaik hati kepada semua orang hingga aku tidak berdampak apa apa jika kau asik dengan mereka.
Aku sedih mengapa aku harus terlahir berbeda, dan mendapatkanmu merupakan kebalikan dari keperbedaanku. Aku menyedihkan aku dibenci dan aku begitu menonjol untuk diabaikan. Apa kau akhirnya sadar bahwa memilikiku adalah suatu kesalahan padamu?

Pertanyaan ini banyak kusimpan dalam kata – kata dan hati. Seringnya tidak terucap karena aku bahagia saat bertemu dengamu. Tapi katamu aku tidak bisa melupakan masalah bahkan katanya kau sudah berusaha untuk membahagiakanku seakan katanya sia – sia.
Sebenarnya itu hanya perasaanmu, semakin kau jatuh maka aku akan semakin jatuh tertimpa olehmu.

Tidak sadar bahwa apa yang kau beri aku selalu sambut baik, mungkin ternyata tidak hanya aku yang merasakan stereotype itu. Aku tertawa saat aku mengatakan aku cantik. Itu alasan pertama kau mau berkenalan denganku. Sebenarnya aku sedih. Ingatkah ketika aku tidak berhenti untuk bertanya, mengapa kau memilihku? Bagaimana ceritanya dulu saat kita pertama kali kenal? Cerita saat kita mengalami hal hal baru bersama?

Karena aku takut kau lupa tujuan dan alasanmu untuk mencintaiku.
Pada akhirnya kau berbohong dariku sejak awal, ternyata aku sulit mendapatkan seseorang yang berkata jujur padaku. Semua mereka lakukan untuk membuatku hancur dan jelek, apa kau juga termasuk?

Kebohongan yang terus kau lakukan aku abaikan, kadang aku ingin mati.
Aku sangat membenci kebohongan, kata – kata itu menjadi akar pencarian seseorang yang benar – benar menyayangiku. Tapi pada akhirnya perbedaanku dijadikan alat judi dan tertawaan, menusuk dari belakang dan membuang tanpa melihat wajah.
Aku lelah, aku ingin mati. Tapi mau bagaimana Tuhan mengizinkan orang – orang sepertiku ada untuk melengkapi dunia yang tidak menganggap aku ataupun orang – orang sepertiku ada.

Aku hanya sampah.

Sampai kapan aku harus menulis ini? Sekiranya sampai subuh menjelang. Tidak pernah kah kau menulis sesuatu untuku? Bahwa kau mencintaiku? Apakah bukti begitu penting bagimu hingga aku begitu rendah di matamu.
Katanya aku yang pemarah dan buru – buru, iya itu aku.
tapi ketahuilah, apakah pernah kau merasakan ditusuk oleh kata – kata sendiri di saat bersamaan mencaci maki seseorang? Ya mungkin kau hanya menganggap angin setelah kau marah, dan seringnya kau menututku untuk tidak membahas itu, dan marah jika kubahas.

Apakah perlu aku menjadi orang lain dalam hidupmu baru kau tau rasanya kehilangan yang sesungguhnya?

Kesabaran ini habis ketika kau membentakku, apakah aku begitu jahat hingga kau membentakku lagi? Ketika aku tidak memiliki kesempatan untuk membentak dan memarahimu, kau yang sebaliknya tidak terima atau bahkan menganggap aku  biasa dan asik kembali dengan aktivitasmu.

Katanya aku melupakan kebaikanmu, apakah perlu aku hitung? Tidak bukan? Kalau aku melupakan kebaikamu maka aku akan pergi dengan mudah.

Jika itu yang kau inginkan maka aku akan pergi dan mengabaikanmu.
Ketika aku lelah dan mulai melakukannya, kau mengejarku, awalnya akan kumaafkan namun sepertinya setelah itu aku akan diam.

Ketika aku tidak sanggup untuk berkata mungkin, maka aku akan mengatakan suatu kebohongan atau kepastian.

Ingatlah bahwa aku diam dan memirkanmu dalam segala kesibukanku, percaya atau tidak tanpamu aku sulit untuk mencari kesibukan dan kesenangan melakukan sesuatu, tapi apa daya. Apa yang kurasa sepertinya hanya hal gila dan mengerikan untuk dirasakan. Sekarang aku lelah, aku akan mencarinya. Menyebrangi jembatan itu dan mengabaikanmu, percaya atau tidak kalau aku akan mencampakmu suatu hari nanti? Jika ya maka aku akan mewujudkan itu dengan sekali lentik jari.

Maafkan aku yang begitu mencintaimu hingga aku lupa untuk memikirkan diriku sendiri, walau aku jarang mengucap cinta tapi aku selalu memelukmu dalam susah dan senang. 

Percayalah bahwa aku akan tetap di sini tapi jika aku berubah jangan minta aku pergi, karena aku akan pergi sebelum kau sadar aku telah mencinta yang lain.

Senin, 11 April 2016

another short story

Amoride Design








Kemungkinan itu banyak peluangnya, hanya bagaimana kita membuatnya terjadi dan ada. Tanpa kita sadari kita telah memanfaatkan dan menggunakannya untuk kepentingan seorang, tanpa kita sadari kita mengorbankan yang seharusnya tidak dipertaruhkan. Iri hati. Iya iri, itu sumber segalanya. Tapi bukan berarti kebencian bukan suatu sebab, bukan berarti tekanan batin masa lalu bukan suatu alasan. Kemungkinan itu kita buat sendiri dengan usaha dan motivasi. Tanpa terkecuali suatu tujuan yang berakhir baik namun prosesnya buruk.

Kumulai dengan kalimat panjang, pengertian suatu kesempatan yang didapat dengan dua cara. Baik dan buruk.


Ini aku, ini sahabatku. Ini adalah kita. Kami bertiga selalu bersama. Di awal dimana kita kenal semuanya begitu datar, tidak memiliki tujuan apa – apa, dan tidak mengira akan berakhiran sebagai sahabat. Kekurangan sering kita keluhkan namun tidak pernah membuat kita lelah untuk berusaha. Namun masalah itu tidak luput dari antara kami, semakin lama semakin banyak dan rumit. Kadang kita lelah dan diam. Menyelesaikannya dengan keputusan sepihak dan penilaian sepihak pula.
Hal itu membuat kami semakin lama semakin sengit.

Di antara kami selalu ada masalah, kebetulan masalahnya hanya itu – itu saja. Seperti tanpa akhir walaupun sebelumnya sudah ada penyelesaian. Semakin lama semakin dalam, sebagian kita abaikan dan kita seperti menjauh. Masalah antara salah seorang dari kami, menceritakan pada seorang yang lain, tidak membuat kita beranggapan teradu domba.
Pihak lain, dan pembicaraan di belakang. Iya itu dia, main belakang. Tanpa sepengetahuan masalahnya semakin mengerikan dan berakhirnya salah seorang kami menceritakan pada pihak lain. Dan apesnya pihak lain itu ikut menyalahkan kami tanpa sekalipun pembuktian dari sahabat yang kami sayangi.

Aku. Terutama aku, melihat pada akhirnya kita terpisah hanya karena kekurangan kita akhirnya membuat suatu pro dan kontra antara masing – masing teman di luar lingkaran pertemanan kita. Hanya berawal dari masalah terus menerus, hingga akhirnya masalah itu bertambah. Dan akhirnya terpengaruh dan mengikuti kesalahan yang sama. Kadang aku hanya ingin mengatakan bahwa aku tidak ingin pertemanan di antara kita terasa canggung dan aneh satu sama lain, tapi apa daya semua memiliki keputusan masing – masing bukan?
Aku hanya berharap kita masih bisa berteman seperti pada awalnya, tapi ternyata tidak. Aku menyalahkan diriku yang hanya marah – marah dan membuat kalian takut dan jengkel. Aku menyesal karena membuang waktuku untuk kalian karena pada akhirnya berpisah. Ketidakjujuran, suatu dendam dan penyesalan yang terpendam dan tidak pernah ada pencurahan menjadi sebab utama perpisahan lingkaran pertemananku kali ini.
Aku lelah jujur saja. Kalian berdua itu begitu berharga bagiku, tapi apa boleh buat. Pada akhirnya saling bermusuhan dan saling menjauhkan. Aku hanya ingin kalian melihat apa yang pernah kita lewati, meninggalkan dan mengganti itu tidak semudah seperti menelan air liur.

Aku kecewa.

Kata – kata apalagi yang cocok untuk mendiskripsikan kalian. Mantan sahabat? Mantan teman? Atau kedua orang yang pernah saling mengenal dan saling membantu? Atau bahkan dua manusia yang pernah saling tau dan mengucap nama yang tiba – tiba melupakan nama keduanya?

Aku menyesal mencurahkan semua isi hatiku pada kalian berdua, salah seorangnya sudah mengetahui bahwa aku kecewa akan hal ini. Tapi kusebut kembali dan kusebut secara berulang – ulang. Aku menyesal, sekali lagi aku menyesal. 

Mau sampai kapan aku menjadi jembatan tidak bermakna di antara kalian? Untuk apa aku berusaha dan berjuang? Untuk apa aku menyayangi kalian? Dipermalukan tanpa pembelaan, disalahkan tanpa ada penjelasan sebenarnya, dan diajak menyelesaikan sendiri namun dibawa ke ruangan penuh kawan sang lawan bicara.

Aku tau aku tidak berhak mengetahui hidup kalian, aktivitas kalian, karena aku hanya orang lain. Ada yang mengatakan kalau misal aku tidak mendengar cerita aku akan marah. Iya aku akan, tapi misalkan itu adalah masalah pribadi aku tidak memaksa. Kadang aku memang menggunakan bahasa kasar dalam memancing emosi kalian keluar, tapi jika aku tidak melakukannya berarti aku hanya teman baik – baik yang tidak ingin mengetahui sisi lain dari sahabat kita yang mungkin sebagian orang tidak tau. Maafkan aku bila caraku tidak kalian sukai, tapi tolong koreksi aku dan biarkan aku tau dimana aku harus menyesuaikan diri dengan kalian
.
Lagipula aku bukan peramal yang bisa mengetahui kemauan dan isi hati kalian.

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Templatelib